Sebenarnya bukan suhu udara yang menjadi lebih panas, tetapi
kelembaban udara yang menurun. Kelembaban udara berasosiasi dengan
banyaknya uap air di udara (uap bukan air). Pada kondisi dimana kita merasa
gerah berarti uap air di sekitar kita berkurang. Ini terjadi karena adanya
ekspansi adiabatis di mana uap air bergerak lebih cepat ke atmosfer.
Ekspansi adibatis sendiri merupakan fenomena
fisis yang melukiskan pergerakan massa udara secara vertikal. Hal ini ini
terjadi karena suhu massa udara di permukaan lebih panas dari lingkungannya.
Karena lebih panas maka massa jenisnya menjadi lebih ringan sehingga akan
bergerak naik. Pada kondisi lainnya pada saat uap
air mengembun menjadi titik-titik air dalam awan akan terjadi pelepasan panas
laten. Lepasnya panas laten ke atmosfer akan menaikkan suhu udara.
Panas laten adalah panas yang
dikandung uap air pada saat terjadinya penguapan di permukaan bumi. Lepasnya panas laten tersebut membuat suhu udara tidak berkurang walaupun sinar
matahari sebagai sumber panas di bumi telah tertutup awan.
Selanjutnya jika proses fisis di
dalam awan tidak "terganggu" makan akan turun hujan. Tetapi proses
terjadinya hujan yang dimulai dari ekspansi adiabatis hanya terjadi dalam radius
5-10 km. Karena awan penyebabnya adalah awan jenis cumuliform yang tumbuh secara
vertikal. Hujan yang turun dari awan jenis ini sifatnya deras, waktunya singkat
dan area yang kurang luas, radius 5-10 km.
Sementara hujan terjadi setelah udara jenuh dan uap air mencapai titik kondensasi ( kondensasi adalah proses perubahan uap air menjadi titik-titik air). Pada titik kondensasi inilah uap air berubah dari fase uap ke fase cair. Pada Proses ini, perubahan melepaskan energi yang oleh kita terasa sebagai panas dan gerah sebelum hujan. Itu merupakan efek energi yang dilepaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar